1.PENGERTIAN KESALAHAN
DALAM HUKUM PIDANA
Kesalahan dalam arti luas: memiliki pengertian yang sama
dengan pertanggungjawaban dalam hukun pidana. Kesalahan dalam arti sempit:
kesalahan berarti ke-alpaan.
Kesalahan
dalam arti bentuk kesalahan :
kesalahn disengaja (dolus/opzet): Prinsip
dari kesengajaan dalam Memori van Toeliching adalah mengetahui (weten) dan
menghendaki (willen) kesalahan karena ke alpaan: Kealpaan terjadi bila pelaku
mengetahui tetapi secara tidak sempurna karena dalam kealpaan seseorang
mengalami sifat kekurangan (kurang hati-hati, kurang teliti dsb.) (http:// kesalahan-dalam-hukum-pidana)
Beberapa pendapat dari pakar hukum pidana tentang
kesalahan (schuld) yang pada
hakikatnya adalah pertanggungjawaban pidana.
a. menurut
Metzger kesalahan adalah keseluruhan syarat
yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum
pidana.
b. Menurut
Simons kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang
melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan
perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela
karena melakukan perbuatan tadi. Berdasarkan pendapat ini dapat disimpulkan
adanya dua hal di samping melakukan tindak pidana, yaitu:
1. keadaan
psikis tertentu
2. hubungan
tertentu antara keadaan psikis dengan perbuatan yang dilakukan hingga
menimbulkan celaan
c. Menurut
Van Hamel kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis,
berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena
perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum.
d. Menurut
Pompe, pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahan, biasanya sifat
melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang bersifat melawan hukum adalah
perbuatannya . segi dalamnya, yang berhubungan dengan krhrndak pelaku adalah
kesalahan.
Kesalahan
dapat dilihat dari dua sudut, yaitu:
1. dari
akibatnya, kesalahan adalah hal yang dapat dicela.
2. Dari
hakikatnya, kesalahan adalah hal tidak dihindarinya perbuatan melawan hokum.
e. Menurut
Moeljatno, orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu
melakukan perbuatan pidana, dapat dilihat dari segi masyarakat dapat dicela
karenanya, yaitu mengapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat, padahal
mampu untuk mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut.(Teguh Prasetyo
2011:78-80)
2.UNSUR-UNSUR DALAM
HUKUM PIDANA
Berkaitan dengan kesalahan yang
bersifat psikologis dan kesalahan yang bersifat normatif, unsur-unsur tindak
pidana dan pendapat para pakar mengenai kesalahan, dapat disimpulkan bahwa
kesalahan memiliki beberapa unsur :
- Adanya
kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti jiwa si pelaku
dalam keadaan sehat dan normal.
- Adanya
hubungan batin antara si pelaku dengan perbuataanya, baik yang disengaja
(dolus) maupun karna kealpaan (culpa)
- Tidak
adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.(Teguh Prasetyo
2011:82)
3.PERTANGGUNG JAWABAN
Masalah pertanggujawaban dan
khususnya pertanggujawaban pidana mempunyai kaitan yang erat dengan beberapa hal
yang cukup luas. Dapat dipermasalahkan antara lain:
1. Ada
tidaknya kebebasan manusia untuk menentukan kehendak? Antara lain ditentukan
oleh indeterminisme dan determinisme.
Disni
dipertanyakan, sebenarnya manusia itu mempunyai kebebasan untuk menentukan kehendaknya
atau tidak. Kehendak merupakan aktivitas batin manusia yang pada gilirannya
berkaitan dengan pertanggungjawaban manusia atas perbuatannya. Persoalan ini
muncul sebagai akibat pertentangan pendapat antara klasik (dan neo-klasik)
dengan aliran modern. Aliran klasik mengutamakan kebebasan individu dengan
konsekuensi diterimanya kehendak bebas dari individu. Pendirian mengenai
kebebasan individu ini diragukan oleh aliran modern yang membuktikan melalui
psikologi dan psikiatri bahwa tidak setiap perbuatan manusia itu dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, misalnya saja pada orang gila.
Malahan Bonger yang mengikuti aliran
lingkungan/ milieu menyatakan bahwa
sebenarnya semua kehendak dan perbuatan manusia itu ditentukan oleh lingkungan
disekitarnya.
Aliran
klasik menganut paham indeterminisme, yang mengatakan bahwa manusia itu dapat
menentukan kehendaknya d engan bebas,
meskipun sedikit banyak juga ada factor lain yang mempengaruhi penentuan
kehendaknya, yaitu keadaan pribadi dan lingkungannya, tetapi pada dasarnya
manusia mempunyai kehendak yang bebas. Sebaliknya aliran modern menganut paham
determinisme, dan mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak dapat menentukan
kehendaknya secara bebas . kehendak manusia untuk melakukan sesuatu ditentukan
oleh beberapa factor antara lain yang terpenting adalah factor lingkungan dan
pribadi.ndalam menentukan kehendaknya manusia tunduk kepada factor keturunan
dan selanjutnya didalam hidupnya factor
lingkungan memegang peranan yang sangat penting . oleh karena itu,
secara ekstrem beberapa ahli penganut determinisme tidak mengakui adanya
kesalahan dank arena itu manusia tidak boleh dihukum.
2.
tingkat kemampuan bertanggung jawab: mampu, kurang mampu, atau tidak mampu.
Tentang kemampuan bertanggung jawab ini terdapat beberapa batasan yang
dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1. Simons
Kemampuan bertanggung
jawab dapat diartikan suatu keadaan psikis sedemikian rupa, sehingga penerapan
suatu upaya pemidanaan, baik ditinjau secara umum maupun dari sudut orangnya
dapat dibenarkan , selanjutnya dikatakannya, seorang pelaku tindak pidana mampu
bertanggung jawab apabila:
a. Mampu
mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum.
b. Mampumenentukan
kehendaknya sesuai dengan kesadaran tadi.
2. Van
Hamel
Kemampuan bertanggung
jawab adalah keadaan normalitas kejiwaan dan kematangan yang membawa tiga
kemampuan yaitu:
a. Mengerti
akibat atau nyata dari perbuatan itu sendiri.
b. Menyadari
bahwa perbuatannya tidak diperbolehkan oleh masyarakat.
c. Mampu
menentukan kehendaknya untuj berbuat.
3. Pompe
Batasannya membuat
beberapa unsure tentang pengertian toerekeningsvatbaar
heid adalah:
a. Kemampuan
berpikir pada pelaku yang memungkinkan pelaku menguasai pikirannya dan
menentukan kehendaknya.
b. Pelaku
dapat mengerti makna dan akibat tingkah lakunya.
c. Pelaku
dapat menentukan kehendaknya sesuai
dengan pendapatnya.
4. Memori
van Toeliching
Dikatakan bahwa tidak
mampu bertanggung jawab pada pelaku apabila:
a. Pelaku
tidak diberi kebebasan untuk memilih antara berbuat atau tidak berbuat apa
yangoleh undang-undang dilarangnatau diharuskan denganperkataan lain dalam hal
perbuatan yang terpaksa.
b. Pelaku
dalam keadaan tertentu sehingga ia tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya
bertentangan dengan hukum dania tidak
mengerti akibat perbuataanya itu,dengan perkataan lain adanya keadaan payologis
seperti gila, sesat, dan sebagainya.
5. Soedarto
Definisi atau batasan
tentang kemampuan bertanggung jawab itu ada manfaatnya. Tetapi setiap kali
dalam kejadian konkret dalam praktik peradilan, menilai seorang terdakwa dengan
ukuran tersebut diatas tidaklah mudah.
Sebagai dasar dapat
dikatakan bahwa orang yang normal jiwanya mampu bertanggung jawab, ia mampu
menilai dengan pikiran dan perasaanya bahwa perbuatan itu dilarang, artinya
tidak dikehendaki oleh undang-undang, dan ia seharusnya berbuat seperti pikiran
dan perasaannya itu.
Pada
waktu KUHP dinyatakan berlaku di Indonesia belum memiliki hukum pidana yang khusu untuk anak-anak atau orang yang
belum dewasa. Hanya terdapat pada pasal 45, 46, dan 47 KUHP yang mengatur
tentang pemidanaan terhadap mereka yang belum berumur 16 tahun.
Pasal
45 tidak bersangkut paut dengan hal apakah seorang yang masih muda atau
anak-anak dianggap pertumbuhan jiwanya sempurna atau belum, tetapi hanya
mengatur tentang apa yang dapat dilakukan oleh hakim dalam mengambil keputusan
terhadap orang yang belum berumur 16 tahun jika ia melakukan tindak pidana,
dikatakan didalamnya bahwa dalam hal demikian hakim dapat memerintahkan agar :
a. Yang
bersalah dikembalikan kepada orang tua atau walinya tanpa dipidana
b. Yang
bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa dipidana untuk kejahatan atau
pelanggaran tertentu, selanjutnya diserahkan kepada orang tua atau lembaga pendidikan
sampai berumur 18 tahun (pasal 46 KUHP)
c. Menjatuhkan
pidana dengan ancaman maksimumnya dikurangi dengan sepertiga dari ancaman
pidana biasa, atau 15 tahun penjara untuk tindak pidana yang diancam dengan
pidana mati. Juga ada dalam hal diputuskan pidana tambahan hanya dapat
dijatuhkan pidana tambahan perampasan barabg-barang tertentu. (Teguh
Prasetyo 2011:83-87)
4. BENTUK KESALAHAN
Ilmu
hukum pidana mengenal dua bentuk kesalahan, yaitu kesengajaan atau dolus dan
kealpaan atau culpa. Sebagian besar pasal-pasal dalam KUHP membuat
kesalahan dalam bentuk kesengajaan dengan menggunakan berbagai rumusan, di
samping beberapa tindak pidana yang dilakukan dengan kealpaan, misalnya saja
pada Pasal 359 dan 360 KUHP yang sering diterapkan di dalam kasus kecelakaan
lalu lintas. Beberapa bentuk kesalahan yaitu :
A. Kesengajaan
(dolus)
Dolus
dalam bahasa Belanda disebut opzet dan dalam bahasa inggris disebut intention
yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sengaja atau kesengajaan.
Pertama-tama perlu diketahui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)
sendiri tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan opzet. Walaupun demikian,
pengertisn opzet ini sangat penting, oleh karena dijadikan unsur sebagian
peristiwa pidana disamping peristiwa yang mempunyai unsur culpa. (Kansil
2004:51)
KUHP sendiri tidak
menjelaskan pengertian kesengajaan dan kealpaan itu. Oleh Memori van Toeliching
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesengajaan adalah willens en watens yang artinya adalah menghendaki dan menginsyafi atau mengetahui atau secara
agak lengkap seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki perbuatannya itu dan harus menginsyafi atau mengetahui akibat yang
mungkin akan terjadi karena perbuatannya.
Mengenai
kealpaan, hanya sekedar dilaskan bahwa kealpaan atau culpa adalah kebalikan dari dolus disatu pihak dan
kebalikan dari kebetulan dipihak lain. Kiranya kata kebalikan adalah kurang
tepat, karena kebalikan putih bukan selalu hitam.
Unsur
kesengajaan dan kealpaan ini hanay berlsku untuk kejahatan dan tidak untuk pelanggaran.
Mengenai pengertian menghendaki tersebut, kehendak itu dapat ditujukan kepada :
1. Perbuatannya
yang dilarang
2. Akibatnya
yang dilarang
3. Keadaan
yang merupakan unsur tindak pisana.
Kesengajann
yang hanya ditujukan kepada perbuatannya yang dilarang disebut kesengajaan
formal, sedangkan yang ditujukan kepada akibatnya adalah kesengajaan material. (Teguh
Prasetyo 2011:95-96)
Ada
pakar-pakar hukum pidana yang mengatakan bahwa tidak mungkin seseorang itu
menghendaki akibat,karena paling banter orang hanya bias membayangkan akibat,
sebab mungkin terdapat faktor-faktor X yang berada diluar kekuasaanya yang
memengaruhi hubungan sebab akibat itu. Oleh karena itu, terdapat teori-teori
dalam hal ini, yaitu:
1. Teori
Kehendak (von Hippel)
Teori ini
mengatakan bahwa inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur
delik dalam rumusan undang-undang. Artinya bahwa pelaku kejahatan berkehendak
melakukan perbuatan yang dipidana hukum- dan menginginkan
akibatnya. Teori ini
adalah yang paling kuat.
Dari penjelasan dan teori di atas dapat disimpulkan bahwa
kesalahan disengaja adalah
menghendaki dan mengetahui perbuatan yang dilakukan, yang mana
perbuatan itu dipidana secara hukum, serta menghendaki
akibat dari perbuatan tersebut. (http:// kesalahan-dalam-hukum-pidana)
Menurut
teori ini sengaja adalah kehendak untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan
dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat karena perbuatannya itu. Dengan
perkataan lain dapat dikatakan sebagai sengaja apabila suatu perbuatan itu
dikehendaki, dan akibat perbuatan itu benar-benar menjadi maksud dari perbuatan
yang dilakukan. (Teguh Prasetyo 2011:96-97)
2. Teori
Membayangkan (Frank)
Teori
ini mengatakan bahwa sengaja berarti mengetahui dan dapat membayangkan
kemungkinan akan akibat yang timbul dari perbuatannya tanpa ada kehendak atau
maksud untuk akibat tersebut.
Menurut
teori ini berdasarkan alasan psikologis tidak mungkin suatu akibat itu dapat
dikehendaki. Manusia hanya bias menginginkan, mengharapkan atau membayangkan
(voorstellen) kemungkinan akibat yang akan terjadi. Dirumuskan bahwa sengaja
adalah apabila suatu akibat dibayangkan sebagai maksud, dan oleh karena itu
perbuatan tersebut dilakukan oleh yang bersangkutan sesuai dengan bayangan yang
telah dibuatnya lebih dahulu. (http:// kesalahan-dalam-hukum-pidana)
Terhadap
teori-teori ini Van Hattum mengatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada perbedaan
antara keduanya. Perbedaanya tidak terletak di bidang yuridis melainkan
dibidang psikologis. Keduanya mengakui bahwa didalam kesengajaan harus ada
kehendak untuk berbuat. Soedarto mengatakan didalam praktik penggunaan keduanya
sama saja, yang berbeda hanya terminologi dan istilahnya saja. (Teguh
Prasetyo 2011:97)
a. Corak
kesengajaan
Ditinjau dari sikap batin pelaku, terdapat tiga
corak kesengajaan :
1. Kesengajaan
Sebagai Maksud (dolus directus)
Corak kesengajaan ini adalah yang
paling sederhana, yaitu perbuatan pelaku memang dikehendaki dan ia juga
menghendaki (atau membayangkan) akibatnya yang dilarang. Kalau akibat yang
dikehendaki atau dibayangkan ini tidak aka nada, ia tidak akan akan melakukan
berbuat.
Contoh
: Dengan pistolnya X dengan sengaja mengarahkan dan menembakkan pistol itu
kepada Y dengan kehendak matinya Y
a) Ditinjau
sebagai delik formas hal ini berarti bahwa ia sudah melakukan perbuatan itu
dengan sengaja, sedang perbuatan itu memang dikehendaki atau dimaksud demikian.
b) Ditinjau
sebagai delik materiil hal ini berarti bahwa akibat kematian orang lain itu
memang dikehendaki atau dimaksudkan agar terjadi.
2. Kesengajaan
dengan Sadar Kepastian
Corak kesengajaan
dengan sadar kepastian bersandar kepada akibatnya. Akibat itu dapat merupakan
delik tersendiri ataupun tidak. Tetapi disamping akibat tersebut ada akibat
lain yang tidak dikehendaki yang pasti akan terjadi.
3. Kesengajaan
dengan Sadar Kemungkinan (dolus eventualis)
Corak kesengajaan
dengan sadar kemungkinan ini kadang-kadang disebut sebagai kesengajaan dengan
syarat. Pelaku berbuat dengan menghendaki atau membayangkan akibat tertentu
sampai disini hal itu merupakan kesengajaan sebagai maksud tetapi disamping itu
mungkin sekali terjadi akibat lain yang dilarang yang tidak dikehendaki atau
dibayangkan.
b. Rumusan
Kesengajaan
Dalam bhasa Belanda istilah untuk kesengajaan atau opzet ini tidak seragam tetapi terdapat
berbagai cara merumuskan kesengajaan antara lain :
a. Optezettelijk =
dengan sengaja
b. Wetende dat = sedangkan ia
mengetahui
c. Waarvan hij weet =
yang diketshuimya
d. Van wie hij weet =
yang diketshuimya
e. Kennis dragende van =
yang diketshuimya
f. Met het oogmerk =
dengan maksud
g. Waarvan hij bekend is = yang
diketshuimya
h. Waarvan hij kent =
yang diketshuimya
i.
Tegen
beter wetenin hiu =
bertentangan dengan yang diketahuimya
j.
Met
het kennelijk doel =
dengan tujuan yang diketshuinya
d.macam-macam
dolus atau kesengajaan
ilmu
hukum mengenal beberapa jenis kesengajaan, yaitu:
1. Dolus premeditatus yaitu
dolus yang direncanakan, sehingga di rumuskan dengan istilah dengan rencana
lebih dahulu (meet voorbedachte raad)
untuk ini perlu ada waktu untuk memikirkan dengan tenang, pembuktiannya
disimpulkan dari keadaan yang objektif.
2. Dolus determinatus dan
dolus indeterminatus, yang pertama
adalah kesengajaan dengan tujuan yang pasti, misalnya menghendaki matinya orang
tertentu, sedang yang kedua kesengajaan yang tanpa tujuan tertentu atau tujuan
acak (rendom), misalnya menembakkan
senjata kea rah sekelompok orang, memasukkan racun ke dalam reservoir air
minum.
3. Dolus alternativus, yaitu
kesengajaan menghendaki sesuatu tertentu atau yang lainnya (alternatifnya) juga
akibat yang lain.
4. Dolus indirectus,
yaitu kesengajaan melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat yang tidak
diketahui oleh pelakunya misalnya, didalam perkelahian seseorang memukul
lawannya tanpa maksud untuk membunuh.
5. Dolus directus, yaitu
kesengajaan yang ditujukan bukan hanya kepada perbuatannya saja, melainkan juga
pada akibatnya.
Dolus generalis, yaitu
kesengajaan di mana pelaku menghendaki akibat tertentu, dan untuk itu ia telah
melakukan beberapa tindakan, misalnya
untuk melakukan pembunuhan, mula-mula lawannya dicekik, kemudian dilemparkan ke
sungai, karena mengira lawannya telah mati. (Teguh Prasetyo 2011:97-106).
B. Culpa
atau Kealpaan
Arti
kata culpa atau kelalaian ini ialah kesalahan pada umumnya, akan tetapi culpa
pada ilmu pengetahuan hokum mempunyai arti teknis yaitu suatu macam kesalahan
sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu
terjadi. KUHP tidak menegaskan apa arti kealpaan sedang Vos menyatakan bahwa
culpa mempunyai dua unsur yaitu:
1. Kemungkinan
pendugaan terhadap akibat
2. Tidak
berhati-hati mengenai apa yang diperbuat atau tidak diperbuat.(Kansil
2004:54-55 )
Bentuk
kesalahan yang kedua adalah kealpaan atau culpa. Keterangan resmi pembentuk
KUHP mengenai persoalan mengapa culpa juga diancam dengan pidana, walaupun
dengan ringan, adalah bahwa berbeda dengan kesengajaan atau dolus yang sifatnya
menentang larangan justru dengan melakukan perbuatan yang dilarang.Beberapa
pakar memberikan pengertian atau syarat culpa sebagai berikut:
Menurut Simons
mempersyaratkan dua hal :
1. tidak
adanya kehati-hatian
2. kurangnya
perhatian terhadap kaibat yang mungkin terjadi.
Menurut
Van Hamel ada dua syarat yaitu :
1. tidak
adanya penduga-duga yang diperlukan
2. tidak
adanya kehati-hatian yang diperlukan.(Teguh Presetyo 2011:106)
Bentuk-bentuk
kealpaan :
- kealpaan yang disadari (bewuste), seseorang melakukan
sesuatu perbuatan yang sudah dapat di bayangkan
akibat buruk akan terjadi, tapi tetap melakukannya
- kealpaan yang tidak disadari, bila pelaku tidak dapat
membayangkan sama sekali akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya yang
seharusnya di bayangkan. (http:// kesalahan-dalam-hukum-pidana)
Analisis
dari kesalahan dalam hukum pidana adalah yaitu pengertian kesalahan adalah
keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanay pencelaan pribadi yang
berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur delik karena
perbuatan kerena kesalahan adalah pertanggung jawaban dalam hukum. Sedangkan
unsur-unsur kesalahan yaitu Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku,
dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal.Adanya hubungan batin
antara si pelaku dengan perbuataanya, baik yang disengaja (dolus) maupun karna
kealpaan (culpa). Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.
Bentuk kesalahan yaitu dolus yang tidak dirumuskan dalam KUHP tetapi dijadikan
unsur sebagai peristiwa pidana disamping peristiwa yang punya unsur culpa.
Culpa atau kelalaian suatu macam kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati
sehingga tidak disengaja sesuatu terjadi.
kesalahan
adalah keseluruhan syarat yang memberi
dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana, berhubungan
antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena
perbuatannya. Unsur-unsur kesalahan yaitu, kesalahan adalah pertanggung jawaban
dalam hukum, adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti jiwa
si pelaku dalam keadaan sehat dan normal. adanya hubungan batin antara si
pelaku dengan perbuataanya, baik yang disengaja (dolus) maupun karna kealpaan
(culpa), tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan. Bentuk
kesalahan yaitu dolus dan culpa.
Kansil.2004. pokok-pokok hukum pidana.Jakarta.Pradnya
Paramita
Prasetyo
teguh.2011.hukum pidana.jakarta.raja
grafindo persada
terimaksih, sangat membantu.
BalasHapus